PURWOKERTO, KOMPAS — Baturraden di wilayah Kabupaten Banyumas tidak hanya dikenal sebagai tempat wisata. Selain ada kebun raya, di tempat ini juga terdapat Taman Keanekaragaman Hayati yang menjadi pusat konservasi aneka tanaman langka.
Terletak di Desa Kemutug Lor, Kecamatan Baturraden, kebun seluas 1,3 hektar ini yang dulu merupakan tempat pembuangan sampah sementara kini ditumbuhi 620 pohon dengan 130 jenis dan sebagian besar di antaranya tanaman langka dari lereng Gunung Slamet.
Areal yang sejuk dan rindang ini pada tahun 2000 sampai 2003 merupakan tempat pembuangan sampah sementara dari desa-desa se-Kecamatan Baturraden.
Sampah itu selain dari rumah tangga juga berasal dari sampah pengunjung obyek wisata Baturraden. Per hari, sedikitnya ada 6-7 truk sampah datang ke tempat ini dan tinggi tumpukan sampah mencapai 8 meter. Akibatnya, bau tidak sedap, lingkungan yang kotor, serta air tanah yang tercemar mengganggu warga sekitar.
”Air resapan sampah ini mencemari sumur warga hingga sejauh 2 kilometer di bawah sana. Airnya jadi hitam, bau, dan tidak sehat,” kata Waram (60), warga setempat yang kini menjadi pengelola taman tersebut, Rabu (21/2) lalu.
Karena pencemaran tersebut, penolakan warga, dan adanya kajian dari dinas kesehatan setempat, tempat sampah sementara itu pun ditutup. Kemudian Pemerintah Kabupaten Banyumas bersama warga menyulap tempat itu menjadi taman konservasi dan tempat pembuangan sampah sementara dibangun di setiap desa serta dilengkapi dengan bank sampah.
Sejumlah tanaman yang ada di tempat itu antara lain lobi-lobi (Flacourtia inermis), sarangan (Castanopsis argentea), wuru janggel (Pheobe declinata), bayur (Pterospermum javanicum), jambu mawar (Eugenia jambos), wuni (Antidesma bunis), cempaka baros (Michelia spp.), kisireum (Eugenia cymosa), palem lilin (Copernicia prunifera), gayam (Inocarpus fagiferus), salam (Syzygium polyanthum), duwet (Syzygium cumini), kementeng (Baccaurea racemosa), surian (Toona sureni), tembagan (Decaspermum fruticosum), dan nam-nam (Cynometra cauliflora).
”Tanaman-tanaman ini sudah jarang ditemukan di desa-desa. Kami mencari bibitnya di lereng Gunung Slamet,” kata Waram.
Selain tanaman, itu ada pula pohon buah yang ditanam di sana, antara lain durian, manggis, cempedak, nangka, dan jambu.
Subarkah Setyonegoro dari Humas Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas menyampaikan, taman ini juga dijadikan tempat penelitian sejumlah mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi, seperti Univesritas Jenderal Soedirman, Universitas Gadjah Mada, Universitas Diponegoro, serta anggota pramuka di tingkat SMA di Banyumas. ”Mereka mempelajari genetika pohon, tanaman, dan jasa lingkungan,” kata Subarkah.
Selain menjadi tempat konservasi, kata Subarkah, tempat ini nantinya juga akan dikembangkan sebagai tempat pembibitan tanaman langka. ”Biasanya sekolah-sekolah adiwiyata atau sekolah peduli lingkungan mencari bibit tanaman langka di tempat ini untuk ditanam di sekolahnya,” katanya.
Taman yang rindang dan berundak ini pun sering dijadikan tempat kemah bagi pelajar dan juga anggota paskibraka. Taman ini dilengkapi dengan sebuah rumah guest house, 3 kamar mandi/wc, serta sejumlah gazebo.
”Pengunjung yang datang ke tempat ini tidak dipungut biaya. Silakan datang, tetapi dilarang membawa obat-obatan terlarang dan miras,” kata Subarkah yang juga menjabat sebagai Kepala Seksi Pengembangan Teknologi dan Analisis Lingkungan Hidup di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas.
Dian Nurwita (21), mahasiswi Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekes Semarang, mengaku senang dan kagum saat datang ke taman ini. ”Baru pertama kali saya ke tempat ini. Ini menarik. Tidak menyangka dulunya taman ini adalah tempat pembuangan sampah sementara,” kata Dian.
Artikel disalin dari Portal Kompas